Selasa, 22 Maret 2011

STROKE (KONSEP DASAR)

1. Pengertian Umum Stroke
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak, biasanya merupakan kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun (Smeltzer, 200 1).Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih, bisa juga langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak n on traumatik (Mansjoer, 2000).
Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau
hemiparalis akibat lesi vaskular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai
hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi kausanya (Sidharta, 1994).
2. Klasifikasi StrokeMenurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
1)Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.
2) Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi Defisit
(RIND)
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari
24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga
minggu).
3) In Evolutional atau Progressing Stroke
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih.4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke )
Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode
waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.

b. Stroke Haemorrhagi

Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda rahannya, yakni
di rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada
juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti:
perdarahan subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.
Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak
spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

3. Faktor Risiko Terjadinya Stroke
Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi
stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. A dapun faktor-faktor tersebut:
a. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.
b. Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko terjadi stroke yaitu dengan
peningkatan aterogenesis.
c. Penyakit Jantung/Kardiovaskuler berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari
jantung.
d. Kadar hematokrit normal tinggi yang berhubungan dengan infark cerebral.
e. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas 35 tahun, perokok, dan kadar es trogen tinggi.
f. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskemia cerebral umum.
g. Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.
h. Konsumsi alkohol
Sedangkan menurut Harsono (1996), semua faktor yang menen tukan
timbulnya manifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor -
faktor tersebut antara lain:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
c. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko
ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
d. Gangguan Aliran Darah Otak Sepintas
Pada umumnya bentuk – bentuk gejalanya adalah sebagai berikut :
Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi (perot),
kebutaan mendadak, hemiparestesi dan afasia.
e. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis
(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.
f. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
h. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
i. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
j. Lain – lain
Lanjut usia, penyakit paru – paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

4. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing,
perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorrhagi serebral
1) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawata n segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral,
karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas
defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.

5. Patofisiologi
Menurut Long (1996), otak sangat tergantung kepada oksigen dan tidak
mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi
pada CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan
kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tiap kondisi yang
menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau a noksia.
Hipoksia menyebabkan ischemik otak. Ischemik dalam otak waktu lama
menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai
dengan edema otak. Karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan
perfusi dan oksigen serta peningkatan karbondioksida dan asam laktat.
Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredaran darah otak
dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu:
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak
tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan -perubahan
iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan
nekrosis (infark).
b. Pecahnya dinding arteri cerebral akan menyebabkan bocornya darah ke
jaringan (haemorrhagi).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak (misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma).
d. Edema cerebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interst isiel
jaringan otak.

6. Manifestasi Klinik.
Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
a. Defisit Lapang Penglihatan
1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilanga n, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2) Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
3) Diplopia
Penglihatan ganda.
b. Defisit Motorik
1) Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
2) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak
Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3) Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Verbal
1) Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu
bicara dalam respon kata tunggal.
2) Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak
masuk akal.
3) Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
d. Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
e. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, per asaan isolasi.

7. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat
kesadaran, kekuatan otot, tonus otot, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikenal
sebagai Glascow Coma Scale untuk mengamati pembukaan kelopak mata,
kemampuan bicara, dan tanggap motorik (gerakan).
Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan pemeriksaan yang dikenal
sebagai Glascow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut:
a. Membuka mata
1) Membuka spontan : 4
2) Membuka dengan perintah : 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri : 2
4) Tidak mampu membuka mata : 1
b. Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik : 5
2) Pembicaraan yang kacau : 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar : 3
4) Dapat bersuara, merintih : 2
5) Tidak ada suara : 1
c. Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah : 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang : 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4
4) Tanggapan fleksi abnormal : 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal : 2
6) Tidak ada gerakan : 1
Sedangkan untuk pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Menurut Carpenito (1998), evaluasi masing – masing AKS (Aktivitas
Kehidupan Sehari – hari) menggunakan skala sebagai berikut:
0 : Mandiri keseluruhan
1 : Memerlukan alat bantu
2 : Memerlukan bantuan minimal
3 : Memerlukan bantuan dan/atau beberapa pengawasan
4 : Memerlukan pengawasan keseluruhan
5 : Memerlukan bantuan total
Menurut Tucker (1998), fungsi saraf cranial adalah sebagai berikut:
a. Saraf Olfaktorius (N.I): Penghidu/penciuman.
b. Saraf Optikus (N.II): Ketajaman penglihatan, lapang pandang.
c. Saraf Okulomotorius (N.III): Reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk
gerakan ke atas, ke bawah dan medial, kerusakan akan menyebabkan otosis
dilatasi pupil.
d. Saraf Troklearis (N.IV): Gerakan ocular menyebabkan ketidak mampuan
melihat ke bawah dan ke samping.
e. Saraf Trigeminus (N.V): fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan dahi,
mukosa hidung dan mulut, fungsi motorik, reflek rahang.
f. Saraf Abduschen (N.VI): gerakan o cular, kerusakan akan menyebabkan
ketidakmampuan ke bawah dan ke samping.
g. Saraf Facialis (N.VII): fungsi motorik wajah bagian atas dan bawah,
kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah dan poresis.
h. Saraf Akustikus (N.VIII): tes saraf koklear, pendengaran, konduksi udara dan
tulang, kerusakan akan menyebabkan tinitus atau kurang pendengaran atau
ketulian.
i. Saraf Glosofaringeus (N.IX): fungsi motorik, reflek gangguan faringeal atau
menelan.
j. Saraf Vagus (N.X): bicara.
k. Saraf Asesorius (N.XI): kekuatan otot trape sus dan sternokleidomastouides,
kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan mengangkat bahu.
l. Saraf Hipoglosus (N.XII): fungsi motorik lidah, kerusakan akan menyebabkan
ketidakmampuan menjulurkan dan menggerakkan lidah.
Menurut Tucker (1998), pemeriksaan pada penderita coma antara lain:
a. Gerakan penduler tungkai
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, kemudian
kaki diangkat kedepan dan dilepas. Pada waktu di lepas akan ada gerakan
penduler yang makin lama makin kecil dan biasanya ber henti 6 atau 7
gerakan. Beda pada regiditas ekstramidal akan ada pengurangan waktu
tetapi tidak teratur atau tersendat – sendat.
b. Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonus
(hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya le ngan kebawah. Sementara pada
hipotomisitas jatuhnya cepat.
c. Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi, mata
terpejam. Tangan pemeriksa yang satu diletakkan dibawah kepala pasien,
tangan yang lain mengangkat kepala dan menjatuhkan kepala lambat. Pada
kaku kuduk (nuchal regidity) oleh karena iritasi meningeal terdapat hambatan
dan nyeri pada fleksi leher.

8. Prognosis Stroke
Menurut Harsono (1996) dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Tingkat kesadaran: sadar 16 % mening gal, somnolen 39 % meninggal, yang
stupor 71 % meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.
b. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka – angka kematian meningkat
tajam.
c. Jenis kelamin: laki – laki lebih banyak (16 %) yang meninggal dari pada
perempuan (39 %).
d. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
e. Lain – lain: cepat dan tepatnya pertolongan.

9. Penatalaksanaan Stroke
Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu
pertama stroke iskemia oleh adanya odema otak. Odem otak timbul dalam
beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24 -96 jam.
Odema otak mula - mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat odema vasogenik karena rusaknya
sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan od ema otak, dilakukan hal
sebagai berikut:
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20 -30.
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu :
1) Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20 -30 menit kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target
osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2) Gliserol 50% oral 0, 25 - 1gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10%.
Intravena 10 ml/kg BB dalam 3 -4 jam (untuk odema cerebr i ringan,
sedang).
3) Furosemide 1 mg/kg BB intravena.
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2 = 29-35 mmHg.
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral
dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh
karena disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi.

10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang da pat dilakukan
pada penderita stroke adalah sebagai berikut:
a. Head CT Scan
Pada stroke non hemorhargi terlihat adanya infark sedangkan pada stroke
haemorhargi terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pada pemeriksaan pungsi lumbal untuk pemeriksaan dia gnostik diperiksa
kimia sitologi, mikrobiologi, virologi . Disamping itu dilihat pula tetesan cairan
cerebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan
tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intra spinal. Pada stroke non
hemorargi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih.
Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi
lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah
berpengalaman.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai
darah ke otak.
d. Elektro Encephalo Grafi
Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang
otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.
e. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan
darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal dan
mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi cerebral
Pada cerebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak
oklusi atau ruptur.
g. Magnetik Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, haemorhargi, Malformasi Arterior
Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan.
h. Ultrasonografi dopler
Mengidentifikasi penyakit Malformasi Arterior Vena .
(Harsono,1996).
Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan X-Ray kepala dapat menunjukkan
perubahan pada glandula peneal pada sisi yang berlawanan dari massa yang
meluas, klasifikasi karotis internal yang dapat dilihat pada trombosis cerebral,
klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada perdarahan subarachnoid.

11. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit vaskular
perifer.
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke
yaitu:
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar